Rabu, 21 Januari 2015

Indonesia Berkeluh

kritik indonesia

NUSANTARA PALAPA

“Yu, kamu sudah tahu sejarah majapahit?” kakek memanggilku untuk sekedar menjadi pendengar yang baik dan berlagak perhatian.
Bagaimanapun juga dia adalah kakekku, aku sudah sangat banyak mendengar ceritanya dan selalu sama cerita tentang masa perjuangannya dulu saat menjadi buron oleh pemerintah Indonesia, karena dituduh menjadi anggota pki. Maklum, kami dari keturunan cina, walaupun sebenarnya kata kakekku dia bukan anggota dari salah satu parpol terbesar itu pada masanya.
                Tapi untuk saat ini aku cukup penasaran dengan sepenggal kata majapahit. Salah satu kerajaan yang mendunia pada masanya dan itu berada di wilayah yang saat ini Indonesia.
 “hahahaha” kakek tertawa.
 Aku bingung dengan tingkahnya mungkin karena sudah ketuaan sehingga cukup banyak hal yang bisa membuatnya tertawa.
 “kenapa kek? Kok tertawa?”
 “biasanya kan kamu selalu cemberut bila aku panggil, kali ini aku melihat wajah yang begitu penasaran, mungkin dari cerita yang biasa kakek ceritakan kamu memasang muka cemberut karena iri pada kakek yang pada saat dulu begitu tangkas dalam menghadapi hidup yang sulit” dia tertawa.
Sebenarnya kakek salah tanggap, tapi tak apalah demi membahagiakan laki-laki tua ini aku ikut tertawa. “ayo kek cepat cerita”aku mencoba menyelanya untuk memulai cerita.
“dasar  anak muda, tidak ada sopan santunnya”
Kakek mencoba cerita saat terjadinya prahara diantara bumi jawa sampai ke tanah vietkong.
“Wahai tuanku yang agung, engaku pangeran hayam wuruk, perkenankan hamba untuk menjabarkan apa-apa yang telah hamba terima dari pertapaan hamba, bolehkah hamba menggambarkanya untuk tuan?” Gajah Mada dengan penuh harapan menghadap rajanya.
“Bagaimana mungkin aku menolak dari panglima terbaiku, silahkan tunjukanlah apa-apa yang telah kamu ketahui” Hayam Wuruk beranjak memeluk gajah mada.
“Hamba telah melihat bahwa samudera kita yang luas tak  ada  ikatan dengan alam raya ini, hamba melihat bahwa kerajaan kita mampu untuk membuat ikatan samudera sebagai jalan untuk menyentuh hati dan pikiran dari orang-orang yang belum tahu akan sang hyang agung (Tuhan). Dan selanjutnya kupurakan kintha tak akan lagi menjadi batas akhir bumi ini.”  Gajah mada dengan perawakan tubuh yang gagah menjelaskan sambil memegang kerisnya, untuk menunjukan tekad dan usahnya yang besar.
Hayam Wuruk terdiam sejenak, banyak hal yang harus dipikir matang-matang. Hal yang paling penting adalah mengenai biaya perang yang sering kali sangat lah banyak. Namun, pada saat itu majapahit adalah negeri yang kaya dan makmur. Dengan kemantapan yang ditunjukan oleh Hayam Wuruk “Berangkatlah engkau panglimaku, apabila benar apa-apa yang telah kau sebutkan itu akan menghapus batas dari kepurakan kintha, maka aku akan merasa bersalah bila melarang mu”
                Gajah Mada sangat senang dengan kabar yang ia terima langsung dari rajanya, tak menunggu waktu lama, dia mohon pamit dan beranjak dari ruangan utama istana. Berjalan dengan mantap, satu langkah demi langkah menunjukan bahwa panglima yang satu ini, memiliki wibawa dan aura kepemimpinan yang besar, selain itu juga sangat mengerti dengan tata sosial yang berada di masyarkat saat itu. Namun, dia memiliki ambisi yang besar, yaitu menghilangkan kepurakan kintha menjadi batasan yang lebih luas yang dinamakan Nusantara. Demi mewujudkan ambisinya, dia melakukan puasa mutih atau puasa yang dilakukan hanya dengan menyantap nasi dan air putih, sangat jelas bahwa tindakan dari jenderal besar ini membangkitkan moral dari pasukannya.
                “kalian, adalah para kesatria yang berada dibawah naungan dari raja agung kita, dengan semua yang kita miliki batas, diluar kintha akan melihat macan swasopa yang tak ada bandingannya, dan akan memohon untuk diampuni dalam naungan sang hyang widi, jadi dengan segala kerelaan dari kalian semua, saya meminta kalian untuk menyebarkan panji-panji sutashoma. Demi menghilangkan kenestapaan diluar kintha dan menjadikan nusantara” gajah mada berpidato didepan para elit jendralnya dan perwakilan pasukan. Seraya seluruh yang hadir meneriakan “Nusantara” tanpa ada keberatan sedikitpun.
                Dengan kekuatan militer dan pendanaan yang kuat, pasukan dibawah panji bendera Gajah Mada bagaikan harimau yang siap menerkam mangsa disekitarnya. Namun hal yang lebih penting adalah moral dari pasukannya yang telah ia bangkitkan dari kekuatan kepemimpinannya dan dari sumpah palapanya. Setiap langkah dari pasukan besar itu melangkah , teriakan dari orang-orang yang terkena dari tebasan pedang dan tancapan busur panah , memecah dinginnya malam atau panasnya terik matahari. Membuat majapahit semakin disegani, sampai akhirnya tiba di bumi sumatera. Dan memporak-porandakan tanah sriwijaya.
 “Tuanku batas kintha kita telah menyebar, berkat dari restu tuanku kami dapat membawa panji sang hyang agung, dan memantapkan majapahit sebagai dasar batas bumi  yang akan mengatur nusantara. Kami berterima kasih kepada tuanku atas segala dukungannya, dan berharap bahwa tuanku selalu sehat dan dapat menyambungkan sang hyang widi kedalam setiap benak dari pasukan tuan” petikan surat dari Gajah Mada seusai penaklukan sriwijaya ke Hayam Wuruk.
Begitu mendengar kabar bahwa panglimanya mencapai kemenangan yang gemilang di tanah sriwijaya (sumatera) hayam wuruk sangatlah senang. Dan melakukan perwujudan upacara kepada sang hyang widi selama 3 hari 3 malam.
 “Dibawah sutasoma kita telah bersatu kedalam darah majapahit dan semua yang ada di dalamnya adalah tanggung jawab majapahit untuk melindungi dan mensejahterakan,” petikan pidato kemenangan di dalam bekas istana majapahit, selang beberapa bulan setelah kemenangan di tanah sriwijaya, Gajah Mada melanjutkan  luasan bataran kintha majapahit kee tanah melayu dan vietkong, hasilnya pasukan macan swopa dibawah Gajah Mada mencapai kemenangan yang gemilang.
Dengan tandu besar dan iring-iringan khas kerajaan majapahit, gajah mada memasuki alun-alun istana kerajaan di nowulan, majapahit. Disana sudah dipersiapkan sambutan yang sangat merriah oleh hayam wuruk untuk panglima terbaiknya.
“Selamat datang kembali kesatriaku, ini rumahmu, engaku telah melaksanakan janjimu untuk membuka batasan purakan kintha kerajaan ini, pastinya kau kelelahan, mari aku antar ke ruangan  mu.” Hayam wuruk menyambut gajah mada dengan senyum paling lebar seumur hidupnya dan memeluk kesatrianya sangat erat.
 “Maaf tuanku, hamba boleh meminta untuk memberikan pengarahan bagi sekitar?”. Gajah mada merendahkan kakinya dan tangan nya dengan sungkem khas jawa. “Engkau tak lelah? Baiklah jika itu tak mengganggumu?”  jawab Hayam Wuruk.
“Para penduduk nowulan, kita telah memperluas bataran kintha sampai menjadi nusantara, ada pesan yang ingin aku sampaikan mengenai perjalananku melewati batas luar kintha kita. Aku telah melihat tangisan dari para ibu yang menjadi janda, dan dari anak yang menjadi lunthang-lanthung (yatim-piatu). Aku ingin kalian menjaga nusantara  agar tetap utuh dan tetram, tanpa ada tangisan dan jeritan lagi dari pertempuran, aku ingin yang disini menjaga yang ada di sriwijaya, maupun sebaliknya. Kita adalah nusantara, jangan biarkan keserakahan satu orang menghancurkan satu kerajaan. Ini pesan terakhirku sebelum aku mangkat” semua yang hadir dalam upacara penyambutayang hadir dalam upacara penyambutan tersebutn tersebut bingung mendengar kata-kaata dari sang pangima bahkan termasuk hayam wuruk, setelah kemenangan yang besar, kenapa sang panglima malah ingin berhenti menikmati kesuksesanya.
“Baginda, sang kesatria telah pergi meninggalkan apa-apa kehidupan duniawi, beliau menebus dosa dari darah dan tangisan dengan mendekatkan diri kepada sang hyang widi, mohon baginda merestui dan mendoakanya” Tura Pantalar melaporkan apa yang telah ia lihat di kali sendu wiwingan sebulan kemudian. Ketika gajah mada mengasingkan diri dari dunia.
“Nah gitu Bayu, majapahit adalah leluhur kita, seharusnya kita bisa mewarisi apa yang telah dicontohkan majapahit” kakek ketawa, dengan kedua matanya yang sipit menjadi terlihat seperti tertutup (merrem) dan lipatan kulitnya yang semakin mengeriput terangkat ke atas.
“Tapi kek, kok aku lihat sekarang malah sebaliknya?” aku bingung dengan sikap kakek yang terlalu aneh.
 Dengan santai kakek menjawab “Majapahit runtuh karena sikap orang-orang di atas pemerintahan, sama seperti sikap orang-orang sekarang saat ini” kakek langsung meyuruhku keluar, karena dia ada kegiatan yang sangat penting yaitu tidur siang.

Belum puas dengan jawaban kakek, aku mencari litertur tentang majapahit, hasilnya majapahit runtuh pada raja generasi ke-7 setelah hayam wuruk wafat. Dikarenakan oleh perebutan kekuasaan antara keluarga hak waris tahta, dan korupsi diantara para petinggi dan perwakilan kerajaan, sehingga sangat mudah dihasut oleh pihak asing. Hampir sama dengan kondisi nusantara majapahit dengan kondisi nusantara indonesia saat ini.

Continue reading Indonesia Berkeluh